DILIHAT dari jenis dan tujuan test alias ujian alias evaluasi (sengaja saya
sejajarkan saja walaupun bisa berbeda) yang lazmin dilaksanakan di sekolah, ada
beberapa test yang kita dengar dan praktikkan. Ada test diagnostik,
formatif, sumatif dan test akhir tahun. Test
diagnostik dilakukan dalam usaha mencari jawaban atas kesulitan belajar yang
dialami peserta didik. Seorang guru yang bijaksana tidak akan membiarkan
peserta didiknya terus-menerus dalam kesulitan sewaktu pembelajaran
dilangsungkan. Dalam keadaan seperti itulah diperlukan test diagnostik.
Test formatif dilaksanakan untuk mengetahui sajuh mana kemajuan belajar
peserta didik sudah berjalan. Test ini disebut juga sebagai test atau ujian
untuk mengukur tingkat kemajuan pemahaman peserta didik dalam pembelajaran yang
sudah berjalan. Sementara test sumatif dipergunakan untuk mengetahui
sejauh mana peserta didik kita sudah mencapai tujuan pembelajaran yang sudah
kita tetapkan sebelumnya. Istilah pritest dan atau postest yang juga kita
kenal, lebih dilihat dari waktu pelaksanaan test itu dalam proses pembelajaran.
Pritest untuk test yang dilaksanakan sebelum pembelajaran sementara postes
adalah yang dilaksanakan di akhir pembelajaran atau sesudah pembelajaran
berlangsung. Instrumennya biasanya sama bisa pula berbeda.
Lalu test akhir tahun yang dilaksanakan untuk mengetahui
pencapaian kompetensi minimal yang sudah ditentukan dan apakah terserap atau
tidak oleh peserta didik. Dan test alias ujian jenis ini pula sebenarnya yang
dilaksanakan ketika kita melaksanakan ujian akhir masa pendidikan di satuan
pendidikan. Ujian Kenaikan Kelas atau Ujian Akhir Sekolah yang lebih populer
dengan istilah UN (Ujian Nasional) pada hakikatnya adalah ujian untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik itu.
Bulan ini (Juni) dan bulan depan adalah bulan pelaksanaan ujian khususnya
kenaikan kelas. Memperhatikan beberapa jenis test (ujian) yang selalu kita
lakukan, terasa betul kalau gengsi UN masih dipandang sebagai ujian tertinggi
berbanding beberapa bentuk ujian yang ada di sekolah termasuk jika dibandingkan
dengan gengsi ujian kenaikan kelas di bulan ini. Mengapa demikian?
Kesalahan memandang UN sebagai penentu keberhasilan siswa membuat UN
seolah-olah segala-galanya dalam menentukan nasib dan masa depan peserta didik.
Masa pendidikan tiga tahun (SLTP/ SLTA) atau enam tahun (SD) seolah-olah akan
diukur dari ujian dua atau empat hari itu. Akibatnya sekolah, orang tua dan
siswa sendiri hanya berpikir tentang UN saja. Itupun hanya memikirkan nilai
alias angka saja bukan kompetensi yang dituntut SKL (Standa Kompetensi Lulusan)
dan SI (Standar Isi) seperti tuntutan silabus atau kurikulum.
Dari situ pula bermulanya aneka kecurangan dan penipuan baik dalam proses UN
maupun dalam menentukan dan menetapkan nilai sebagai acuan kelulusan. Dari situ
pula hilangnya sikap yang benar terhadap ujian atau test yang diselenggarakan
sekolah.
Sesungguhnya semua ujian haruslah dipandang sama pentingnya. Tidak boleh ada
anggapan seolah-olah hanya UN saja yang penting. Sikap ini hasrusnya
diluruskan. Ujian-ujian dimakhir tahun pelajaran (kenaikan kelas) atau ujian di
awal tahun pelajaran (semester ganjil) mestinya diperlakukan sebagaimana kita
memperlakukan UN juga. Atau jika dibalik, UN mestinya dianggap sama saja dengan
ujian semester ganjil dan ujian semester genap itu. Bahkan ujian-ujian harian,
ujian tengah semester pun harusnya disikapi secara sama seperti UN.
Dengan demikian, tidak perlu ada lagi anggapan UN yang angker, UN yang
menakutkan dan lain sebagainya. Semua ujian atau test itu sama saja. Jangan
dibeda-bedakan menyikapinya. Yang ingin diukur dari semua ujian itu adalah
kompetensi bukan menciptakan atau mencari nilai semata.
Lagi pula kita tahu, menurut
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 57: 1) bahwa ujian alias
evaluasi dilakukan dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Di ayat dua
dijelaskan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan
program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan,
dan jenis pendidikan.
Tidak ditegaskan bahwa salah jenis ujian lebih penting dari pada lainnya.
Tidak juga UN dikatakan lebih penting dari pada UKK (Ujian Kenaikan Kelas)
misalnya. Atau UAS (Ujian Akhir Sekolah) juga tidak dikatakan lebih penting
dari pada UKK. Sesungguhnya semua ujian sama pentingnya. Lalu mengapa UN masih
dianggap yang paling penting?
Penyebab UN masih dianggap sebagai ujian maha penting tidak lepas dari
perannya yang juga dianggap penting sebagai penentu dan pemutus
berhasil-tidaknya seorang peserta didik dari satuan pendidikannya itu tadi.
Akibatnya ya, kesalahan sikap itu tadi. Maka sebaiknya segera diluruskan sikap
keliru itu.***
Saya melihat kompasiana.com, kemudian Saya ke Blog ini.
BalasHapus