Dari Google.com |
KEINGINAN untuk meningkatkan minat membaca di kalangan peserta didik di sekolah ternyata tidak mudah mewujudkannya. Dari program guru --Mata Pelajaran/ Kelas-- hingga program sekolah untuk membuat para peserta didik memiliki minat baca selalu terbentur pada belum adanya budaya membaca di kalangan siswa. Inilah fakta bahwa budaya membaca itu memang belum juga ada. Setidak-tidaknya masih rendah.
Saya setuju, rendahnya minat membaca suatu bangsa akan tercermin dari rendahnya minat membaca masyarakatnya. Dan rendahnya minat membaca masyarakat dapat diukur dan dilihat dari seberapa besar minat membaca para peserta didik di sekolah. Tinggi-rendahnya minat membaca warga sekolah secara langsung akan menentukan minat membaca masyarakat sebagai stake holder sekolah itu sendiri.
Termasuk sebagai indikator minat membaca warga sekolah adalah minat membaca guru dan pegawai yang ada di sekolah, tentunya. Tidak hanya minat membaca para siswanya saja yang dijadikan tolok ukur. Komponen warga sekolah lainnya, dimulai dari Kepala Sekolah, guru, staf TU (Tata Usaha) dan tentu saja peserta didik sendiri. Itu akan menjadi ukuran seberapa tinggi minat membaca warga sekolah.
Untuk saat ini, untuk melihat tinggi-rendahnya minat membaca di sekolah dengan mudah dapat diukur dari daftar kunjungan warga sekolah ke Perpustakaan sekolah sendiri. Inilah yang memprihatinkan. Ternyata sampai saat ini, terbukti tingkat kunjungan warga sekolah ke Perpustakaan Sekolah secara umum sangatlah rendah. Rata-rata warga sekolah yang mengunjungi perpustakaan di sekolahnya tergolong kecil. Terlebih-lebih sekolah-sekolah yang berada di daerah-daerah, warga sekolahnya juga masih merasa jauh dari perpustakaan. Perpusatakaan masih belum menjadi tempat yang menyenangkan. Pengunjungnya masih sangat rendah.
Di SMA Negeri 3 Karimun, misalnya (tempat saya mengabdi) tingkat kunjungan warga sekolah di Perpusatakaan rata-rata per harinya hanya antara 9 (sembilan) orang sampai 22 orang dari 400-an orang siswa dan 40-an orang guru dan staf yang ada di sekolah. Dalam satu bulan berarti hanya ada pengunjung perpusatakaan antara 225 - 550 orang. Artinya setiap harinya hanya ada kurang lebih 5,8 persen saja warga sekolah sebagai pengunjung perpustakaan. (data: bulan Januari 2014). Sangat menyedihkan fakta itu.
Di sekolah-sekolah lain di Pulau Karimun khususnya, persentase kunjungan ke perpusatakaannya juga tidak jauh berbeda. Begitu pula di SMA Negeri 1 Moro (di Pulau dan Kecamatan Moro) pengunjung perpusatakaannya hanya antara 10 hingga 15 orang setiap harinya. Sementrara data di Perpustakaan SMA Negeri 1 Kundur (Pulau Kundur) pengunjung perpusatakaannya juga hanya antara 6- 63 orang per harinya. Padahal siswanya 500 orang lebih ditambah guru dan pegawai sebanyak 50-an orang. Itulah bukti rendahnya minat baca warga sekolah khususnya siswa, di Kabupaten Karimun.
Mengapa tingkat dan minat membaca siswa begitu rendah? Beberapa kemungkinan penyebab rendahnya minat baca siswa antara lain, 1) Kurangnya dorongan dari para guru agar para siswa mau membaca secara rutin. Jika semua guru (pengampu Mata Pelajaran apapun) memberikan dorongan secara bersama dengan selalu mengaitkan kegiatan membaca dengan proses pembelajaran dan pemberian penilaian maka para peserta didik dipastikan akan memaksakan dirinya untuk secara rutin membaca. Meskipun di tahap awal merasa terpaksa namun lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan. Di situlah timbulnya kebudayaan: budaya membaca.
Guru bisa mendorong siswa untuk membaca dengan berbagai cara. Selain pemberian nilai pelajaran yang diampu, juga bisa dalam bentuk-bentuk lomba atau pembuatan laporan dari buku-buku yang sudah dibaca. Program membaca buku satu bulan atau setiap satu pekan satu buku, misalnya tentu saja harus digalakkan. Dengan saling berkoordinasi antara satu guru dengan guru lainnya, anak-anak dapat diatur waktu dan tema buku bacaannnya oleh para guru. Tapi yang lebih penting dalam pemberian dorongan ini adalah bagaimana seorang guru mencontohkan langsung bahwa guru sendiri adalah pemnbaca-pembaca buku yang aktif.
2) Penyebab lainnya adalah kurang menariknya perpustakaan sekolah bagi siswa. Hal ini bisa disebabkan oleh suasana di ruang perpusatakaan yang kurang nyaman atau bisa juga karena koleksi buku-buku yang tersedia tidak memadai. Banyak sekolah yang kurang terampil mengelola perpusatakaan. Penyebab utamanya adalah karena belum adanya guru sebagai pustakawan yang bertugas di perpustakaan. Kebanyakan Perpustakaan Sekolah dikelola oleh para guru Mata Pelajaran tertentu yang kebetulan jumlah jam mengajarnya belum tercukupkan oleh jam pelajaran yang ada. Kepala Sekolah menugaskannya sebagai pengelola perpusatakaan.
Selain faktor-faktor yang terjadi di sekolah, penyebab rendahnya minat membaca siswa bisa juga pengaruh dari orang tua atau keluarga. Keluarga dengan tingkat pendidikan yang rendah, dengan budaya membaca yang rendah juga akan menyebabkan anak-anak mereka tidak memiliki tradisi membaca pula. Orang tua tidak membiasakan putra-putrinya sedari kecil untuk membaca maka ketika berada di bangku sekolah juga tidak akan terbiasa membaca.
Sudah seharusnya sekolah dan guru khususnya untuk membuat strategi jitu agar siswa-wi terbiasa membaca. Gerakan membaca di sekolah-sekolah wajib digalakkan. Lomba-lomba membaca sekaligus lomba menulis di kalangan siswa harus terus dilaksanakan. Kewajiban membaca dengan pengawasan dan evaluasi oleh para guru juga akan membantu gerakan membaca sekolah. Apapaun bentuk kegiatan, jangan lupa pemberian penghargaan atas prestasi siswa yang menunjukkan kemampuan dan kemauan membacanya.
Lebih dari itu senua, teladan dari guru adalah kunci utama untuk suksesnya semua program yang ada. ***
bukan rendahnya minat siswa ingin membaca tapikurang menarik nya buku yang ingin di baca...
BalasHapusBisa jadi begitu, Aryanto. Tapi jika minat membaca tinggi, pasti akan dibaca buku apa saja. Betul, tak?
Hapusbisa kirim judul buku ttg kurangnya minat baca siswa
BalasHapusMaaf, Yati Maryati, lambat membalas komentarnya, hehe. Buku tentang 'kurangnya minat membaca' tentu banyak cuma di saya tidak ada. Kalau nanti ada, akan dikirim. Alamatnya ke mana?
Hapusjangan menyalahkan guru aja kurang minat baca siswa itu tapi orang tua juga punya peranan besar karena sebagian besar waktu siswa itu ada di rumah...........
BalasHapusSetuju, saya sangat setuju. Untuk rendahnya minta membaca siswa, tidak hanya tanggung jawab guru tapi semua, terutama tentu saja kedua orang tua siswa yang alokasi waktu bersamanya lebih lama.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusPerayaan hari buku nasional gak bisa dilepaskan dari minat baca. Banyak cara dilakukan untuk meningkatkan minat baca, seperti yang dilakukan oleh best western kemayoran yang membagi-bagikan buku gratis.
BalasHapusSungguh kegiatan yang bagus dan mulia agar minat membaca bangsa kita terus meningkat. Saat ini --meskipun ada peningkatan-- harus diakui bahwa minat membaca itu masih kalah jauh berbanding negara-negara tetangga, apalagi berbanding dengan negara maju lainnya.
Hapus