Setelah dua malam Safro menemani anaknya di lokasi STQ,
tiba-tiba saja lelaki brewok itu marah-marah. Tangannya mencak-mencak sambil
menyumpah-serapah. “Ini juri tidak benar. Saya menyimak anak saya membaca. Saya
kan ngerti juga. Itu hanya kesalahan khofi tapi mengapa nilai fasohahnya begitu
rendah?” Safro baru saja menyampaikan protes kepada salah seorang Dewan Hakim
STQ setelah nilai anaknya muncul di layar besar itu. Kebetulan tahun ini LPTQ
sebagai pelaksana lomba menggunakan teknologi e-Maqro sekaligus menyiarkan
nilai secara langsung sejenak setelah peserta membaca.
Saat itulah dia melihat nilai anaknya lebih rendah dari pada
peserta yang kabarnya adalah nilai terbaik. Tapi Safro yang merasa menyimak
baaan anaknya serta semua bacaan peserta, dia merasa penamlilan anaknya lebih
baik dari pada yang lainnya. Tapi mengapa nilainya lebih rendah? Pertanyaan itu
dia sampaikan langsung setelah melihat nilai di layar itu. Bahkan memoto dengan
HP-nya layar berisi nilai itu. Dia tidak terima kalau anaknya dijatuhkan
nilainya. “Jika tidak bisa menjadi juri, ya tak usah ikut,” ketusnya sambil
memukul meja di ruang itu.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar