BOLEH dicoba dulu, ya coba saja. Selama tidak dilarang melakukannya, mengapa takut melakukannya. Keberanian mencoba sudah sebagian dari keberhasilan. Kekhawatiran dan ketakutan mencobanya justeru akan merugikan.
Perinsip 'berani mencoba' seperti itu sebenarnya sudah diajarkan sejak lama kepada kita. Ketika masih kecil orang tua atau guru selalu memberi semangat agar berani melakukan apa saja selama itu tidak dilarang. Guru-guru akan memberi penghargaan tersendiri bagi siapa saja yang berani mencoba dan berhasil melakukannya.
Bahwa sebagian orang tua atau bahkan guru masih ada yang suka melarang-larang, itu memang benar adanya. Dibuat ini, tidak boleh. Dibuat itu juga tidak boleh. Anak-anak lebih diajarkan untuk mengikuti saja, diam saja dengan sopan dan santun, dan tidak boleh melakukan apapun jika tidak disuruh. Akibatnya tentu saja perkembangan kreativitas menjadi lamban bahkan tidak akan berkembang sama sekali. Masih ada? Mungkin masih ada.
Kini, dengan kemajuan berbagai bidang, perinsip 'berani mencoba' benar-benar diminta untuk dikembangsuburkan. Di sekolah, dengan implementasi Kurikulum 2013, misalnya, para guru benar-benar dituntut untuk mengembangkan sikap kreatif dan inovatif peserta didik. Tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dan tuntuntan kurikulum itu hanyalah bagian kecil dari perinsip 'berani mencoba' yang wajib dikembangkan.
Benar kalau itu ternyata tidaklah mudah. Benar juga, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak hambatan dan tantangan untuk memulai dan melaksanakan perinsip itu. Selalu ada sandungan jika tidak benar-benar kuat berperinsip untuk membuktikan. Sebagai kurikulum baru, selalu akan ada persoalan.
Malah dari laporan dan keluhan para guru yang sekolahnya sudah melaksanakan kurikulum baru itu sejak awal Tahun Pelajaran 2013/ 2014, ternyata betapa tidak mudahnya mengelola pembelajaran dengan perinsip kreatif dan inovatif bagi anak-didik. Bukan saja sulit bagi guru-guru yang sedari awal memang tidak kreatif, bahkan buat guru-guru yang sudah terbiasa kreatif saja masih sangat sulit mengembangkan sikap kreatif dan inovatif bagi peserta didik.
Kecenderungan anak-anak menunggu dan menerima apa adanya dari guru selama ini ternyata tidak serta-merta bisa berubah dengan implementasi kurikulum baru ini. Di satu sisi, anak-anak sendiri memang belum terbiasa kreatif sementara di sisi lain justeru gurunya belum bisa meneladankan bukti kreatif dan inovatif itu sendiri.
Kini, dengan perkambangan dan kemajuan berbagai hal, hanya sikap berani mencoba itulah yang akan menjawabnya. Lihatlah anak-anak kita yang masih kecil, jika orang tuanya percaya untuk memberikan perangkat teknologi seperti HP (dengan berbagai model dan teknologinya) maka akan kelihatan sekali kalau mereka jauh lebih cepat mengerti dan mampu mengaplikasikannya. Ketika orang tua masih bingung untuk menjalankan berbagai fasilitas yang di alat itu, justeru anak-anak lebih cepat mahirnya. Kuncinya hanya dengan memberi kesempatan kepadanya untuk mencaoba.
Maka jika segala apa saja yang ingin dilakukan dan dicoba oleh anak-anak, silakan saja mencobanya. Orang tua atau guru tinggal membimbing dan mengawasinya agar tidak menyalahgunakan perinsip itu. Beberapa guraruer yang menayangkan catatannya di halaman ini, sudah banyak yang membuktikannya baik di sekolah mapun di rumah, untuk anak sendiri. Semoga perinsip itu mampu memajukan dan mengembangkan berpikir dan bertindak anak-anak kita. Amiin.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar