SETIAP ceramah dalam beberapa hari pasca memasuki bulan mulia,
Ramadhan, ini para muballigh selalu menyelipkan pesan bahwa hiudp di dunia ini
bagaikan melewati jembatan menuju kehidupan abadi di yaumil
akhir. Di seberang sanalah kehidupan sesungguhnya. Dari kuliah
subuh, ceramah qobla/ ba’da zuhur, tausiah menjelang berbuka hinggalah ceramah
menjelang tarwih, pesan-pesan yang sama dapat kita dengar. Dari televisi,
radio, di kantor-kantor hinggalah ke masjid dan surau-surau, semuanya
melaksanakan pengajian yang salah satu pesannya, itu tadi: Dunia adalah Jembatan Menuju Akhirat. Berapa kali dalam
satu hari kita mendengarnya, bisa dihitung sendiri.
Kalau
dunia fana ini adalah jembatan, dan kehidupan di dunia adalah bagaikan
perjalanan di atas jembatan maka peranan jembatan itu sendiri tidaklah kalah
penting dari pada kehidupan di ujung jembatan itu nanti. Itulah yang dimaksud
dengan keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat. Doa ’sapu jagat’ yang
berbunyi, ‘Robbana
aatina fiddunya hasanah, wafil aakhirati hasanah…dst‘ pun
mengandung harapan keseimbangan tersebut. Artinya pentingnya akhirat sama dengan pentingnya dunia (jembatan kehidupan) walaupun akhirat lebih utama.
Itulah
sebabnya oleh para ustaz selama Ramadhan ini berulang-ulang diingatkan betapa
perlunya membersihkan jembatan ini khususnya dalam bulan ini. Tentu saja tidak
fair kalau hanya selama Ramadhan menyibukkan diri membersihkan jembatan
kehidupan ini. Sejatinya, pembangunan dan perbaikan jembatan haruslah
berlangsung terus-menerus sepanjang hayat. Jangan cuma dalam bulan Ramadhan.
Jika
yang dimaksud membersihkan jembatan itu adalah membersihkan kehidupan dari
berbagai noda dan dosa yang terlanjur dilakukan selama ini, seharusnya
‘bersih-bersih’ itu tidak hanya di dalam bulan ini saja. Sejak kita tahu dan
menyadari akan kekeliruan yang dilakukan, sejak itu pulalah pembersihan (baca:
tobat) mesti dilakukan. Dari ikrar pertobatan untuk tidak melakukan lagi
(dosa-dosa itu) sampai pembuktian penyesalan dalam kehidupan, bermulalah cara
hidup baru yang sesuai dengan peratruran Tuhan.
Penyakit-penyakit
seperti dusta, ghibah dan namimah (tiga serangkai penyakit jiwa) yang selama
ini tanpa merasa malu melakukannya, inilah saatnya membuang itu jauh-jauh dari
kehidupan. Dusta terbukti melahirkan para koruptor kakap, pencuri ulung bahkan
ilmuwan plagiat. Ghibah dan namimah terbukti telah melahirkan manusia-manusia
penuh kebencian, permusuhan dan pertentangan antara satu dengan lainnya.
Makanya, jika di bulan ini banyak kesempatan mendengar pesan-pesan ini, alangkah
beruntungnya kita jika memanfaatkannya.
Bahwa
di bulan Ramadhan ada kesempatan membersihkan noda-dosa yang bertumpuk lama,
itu tidak masalah. Itulah hikmah bulan mulia ini. Tekad yang mesti dipegang
adalah bahwa tonggak ini adalah tonggak pemisah kotoran dosa yang selama ini
ada dengan kehidupan baru menuju persiapan kehidupan abadi yang sesungguhnya.
Ampunan yang dijanjikan-Nya kepada kita, mudah-mudahan benar-benar
diberikan-Nya kepada kita. Marhaban ya Ramadhan!***
Seperti sudah dimuat isi yang sama dengan judul berbeda di: http://edukasi.kompasiana.com/2012/07/24/kok-ramadhan-membersihkan-jembatan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar