BAGERJA, ya maksud saya Lomba Gerak Jalan. Setiap tahun, bersempena
peringatan HUT (Hari Ulang Tahun) RI di bulan Agustus seperti saat ini, selalu
ada lomba gerak jalan (bagerja) yang diikuti siswa maupun umum. Mulai dari
kelas 8 km, 17 km sampai ke kelas jauh, 45 km diperlombakan.
Angka-angka 17, 8 dan 45 itu merujuk ke tanggal sakti hari proklamasi
kemerdakaan RI, 17.08.1945 alias 17 agustus 1945 itu. Selain nilai-nilai
kompetisi anak-anak muda bagerja juga
menanamkan karakter dan semangat berbangsa dan bernegara. Pemenerintah yang
diwakili panitia pelaksana, memberikan hadiah kepada para pemenangnya sebagai
bentuk apresiasi dan penyemangat.
Dari tiga kelas yang
diperlombakan, kelas jauh 45 km merupakan yang paling bergengsi di mata
peserta. Hadiahnya juga diberikan dengan nilai yang lebih besar dari pada gerak
jalan 8 km atau 17 km. Tapi yang lebih menaikkan gengsi bagerja kelas 45 itu
adalah karena jarak tempuh yang sangat jauh itu. Sejauh 45 km harus
diselesaikan. Itu sudah kurang lebih sama dengan cabang maraton dalam lomba
atletik. Tidak semua orang bisa melakukannya. Hanya orang-orang pilihan yang
dapat dan boleh ikut. Risiko bagerja 45 juga cukup tinggi.
Maksud yang terselip dari lomba
ini adalah bagaimana menanamkan cinta Tanah Air dengan semangat proklamasi
1945, para peserta bagerja diharapkan menghayati makna perjuangan yang sudah
dilakukan para pahlawan bangsa itu. Beratnya medan tempur dengan perjalanan
beratus bahkan beribu kilo meter yang ditempuh para pejuangan Tanah Air dapat
sedikit dirasakan oleh para peserta bagerja. Dengan begitu, rasa cinta ke
bangsa dan tanah air itu akan terus kokoh di sanubari anak-anak bangsa,
khususnya generasi muda. Sungguh mulia tujuan bagerja 45 ini.
Belakangan, semangat empat lima
yang melekat pada bagerja 45 itu sudah luntur bahkan sengaja dirusak dan
dikotori. Nilai-nilai perjuangan yang dibawa misi bagerja 45 kini benar-benar
dirusak dan dikotori oleh peserta dan juga panitia. Sejak beberapa tahun lalu,
saya mendengar bahwa untuk meraih kemenangan dalam bagerja 45 tidak lagi
menggunakan norma-norma kejujuran dan kebenara. Nilai-nilai sportivitas
olahraga yang diembannya sengaja dirusak sendiri oleh peserta dan panitia. Saya
sebut peserta karena nyatanya mereka yang melakukan. Saya sebut panitia karena
panitia ternyata tutup mata saja atas kecurangan ini.
Sekadar diketahui, ternyata
lomba yang bernilai mulia dengan segala peraturan dan ketentuan yang sudah
ditetapkan, sengaja dirusak oleh pesertanya. Maksud diadakannya lomba yang
berat ini adalah agar peserta merasakan betapa berat dan jauhnya perjalanan 45
km itu. Setiap peserta sudah tentu wajib menempuh jarak yang sudah ditentukan
itu. Dan seharusnya tidak boleh ada penggantian peserta untuk keseluruhan jarak
itu. Tapi ternyata dalam perjalanan, di tempat-tempat yang sepi, para peserta
ini oleh guru pembinanya diganti dengan peserta lain untuk regu yang sama.
Maksudnya agar perserta ini nanti mampu sampai di finis.
Karena bagerja ini memang
sengaja dilakukan di malam hari (start biasanya tengah malam dan finis di pagi
hari) maka tentu saja ada banyak tempat-tempat gelap dan sepi dalam route yang
dilalui. Di situlah para peserta yang dianggap tidak akan mampu,
diistirahatakan dalam mobil dan tempatnya diganti oleh peserta lain. Dan beberapa
kilo menjelang finish, kembali peserta ini dimasukkan untuk kelihatan jumlah
pesertanya tetap utuh.
Inilah kecurangan yang setiap
tahun selalu saya suarakan. Ini tidak bagus dalam pembinaan karakter dan mental
anak-anak. Mereka pada umumnya adalah para peserta didik yang dalam tanggung
jawab guru (pembina) keserhariannya di sekolah. Di tangan gurulah tanggung
jawab pembinaan karakternya. Bagaimana kecurangan ini dilakukan dengan sengaja
dan terencana? Inilah yang saya maksud bahwa semnagat empat itu telah dikotori.
Masuh perlukan bagerja dilakukan?***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar