TIDAK seperti kebiasaan orang, Safro tidak suka makan sahur. Lebih tepat tidak mau. Pertama menikah setahun lalu isterinya serba salah. Tinggal di rumah mertua, Tina tidak hanya memikirkan suaminya, Safro tapi juga memikirkan dua orang mertuanya. Sebagai anak tunggal, Safro tinggal bersama dua orang emak dan ayahnya. Kini mereka sudah berempat di rumah semi permanen itu.
"Bang, waktu sudah dekat. Bentar lagi imsak," untuk kesekian kali Tina membangunkan suaminya. Safro hanya golek kiri golek kanan. Menjawab sekenanya namun tidak kunjung duduk. Tina serba salah. Mau membangunkan mertuanya sementara suaminya masih di kamar, rasanya tidak enak. Hati Tina kian gundah karena Safro belum juga terbangun. Imsak sudah dekat.
Sahur pertama di tahun pertama pasca menikah benar-benar membuat batin Tina tertekan. Dia teringat, kalau di rumah orang tuanya justeru ayahnya yang membangunkan seisi rumah. Kalau ayahnya sudah menggedor setiap pintu kamar, Tina dan adik-adiknya akan bangun dan berkumpul di dapur untuk santap sahur. Kini, masakannya sudah sedia. Sejak pukul 03.30 dia sudah berkutat sendiri di dapur. Hingga pukul 04.15 dia suda selesai. Tapi Bang Safro sudah 20 menit membangunkannya, belum juga bangun. Hingga Tina kaget melihat kedua mertuanya sudah duduk di meja kursi meja makan. "Safro tidak biasa sahur," kata mertua lelakinya mengajak Tina makan sahur.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar