Sabtu, 16 September 2017

Memimpin Sekolah adalah Memimpin Diri (11)

INILAH pengalaman pertama saya menjadi pemimpin di sebuah sekolah. Walaupun di tahap awal dengan status 'pejabat' Kepala Sekolah saja begitu terasa baru bagi saya. Satu sisi tentu senang dan bangga namun pada sisi lain tetaplah ada rasa khawatir dan rasa takut. Pengalaman baru dengan jabatan baru, itulah yang membawa perasaan khawatir itu. Sangat-sangat disadari bahwa di balik kehormatan yang diberikan, ada tanggung jawab berat yang dipikulkan. Itu hukum yang tidak bisa dielakkan.

Setelah kurang lebih sembilan tahun mengabdi --sebagai guru-- di SMA Negeri Tanjungbatu (kini bernama SMA Negeri 1 Kundur), sekolah yang dibangun di tengah kebun karet milik China di sekitar Batu-4 arah Sawang, itu kini saya diberi kepercayaan mewakili Kepala Sekolah dan memimpin sekolah baru di daerah baru Kecamatan Moro (Kepri). Tidak saya sangka kalau saya akan dipercaya. 

Di Moro, yang waktu itu dikenal dengan sebutan Moro Sulit (karena segalanya memang sulit) saya memimpin sekolah yang berdiri pada awalnya atas prakarsa masyarakat Kota Moro melalui Yayasan Pendidikan Moro (YPM). Sekolah ini didirikan dengann target kelak akan dinegerikan oleh Pemerintah. Itu yang saya ketahui dari salah seorang pengurus Yayasan Pendidikan Moro setelah saya bertugas beberapa hari di Moro.

Saya datang ke Moro bersama Kepala SMA Negeri Tanjungbatu, Kundur, Supardjo Suk, BA dan dihadiri juga oleh Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Riau, Drs. H. Abdul Rahman yang menugaskan saya mengelola sekolah baru ini. Saya merasa haru dan bangga karena langsung diantarkan oleh Kepala Sekolah Induk (Pembina) dengan didampingi oleh orang tertinggi di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan se-Kabupaten Kepulauan Riau, Pak Rahman.

Tidak mudah mengelola sekolah baru ini. Apalagi, penunjukan tugas awal hanya sekadar mewakili Kepala Sekolah SMA Negeri Tanjungbatu sebagai sekolah pembina. Status SMA Moro sebagai kelas jauh, hanya ditunjuk guru sebagai perwakilan Kepala Sekjolah saja. Selama satu tahun saya berposisi sebagai Wakil Kepala Sekolah kelas jauh SMA Negeri Tanjungbatu di Moro.

Berdiri di atas tanah kebun (kurang lebih satu kilometer dari Pelabuhan Moro) SMA Moro yang setahun berikutnya menjadi sekolah negeri dan saya dipercaya menjadi Kepala Sekolah --sebagai pejabat-- dengan surat tugas dari Kakanwil Depdikbud Provinsi Riau, sekolah ini benar-benar baru segalanya. Meski lokal awal ini dibangun semi permanen oleh YPM namun bangunan baru yang dibiayai oleh Pemerintah, sudah berupa bangunan permanen tapi berada di tengah kebun yang semula dimiliki seorang keturunan. Setahun berikutnya barulah hadir belasan guru negeri menggantikan guru honor waktu itu. Pelan tapi pasti, sekolah ini beroperasi dengan baik.

Dari tahun 1993 hingga 2002 saya berkutat dengan SMA ini. Sebagai sekolah baru dan pimpinan baru serta rekan-rekan guru baru juga, saya dan rekan-rekan guru itu berusaha bekerja keras untuk meletakkan dasar pengelolaan sekolah yang sesuai dengan ketentuan dan oeraturan. Tentu saja tidak mudah mengelola sekolah yang jauh dari akses komunikasi dari dan ke daerah lain itu. Urusan sekolah yang mengharuskan ke Kandepdikbud di Tanjungpinang atau ke Kanwil Depdikbud di Pekanbaru, terasa sekali betapa sangat jauhnya akses informasi itu. Waktu itu, sarana telpon juga belum semudah yang diharapkan.

Kurang lebih 8 tahun saya mengelola sekolah ini, selanjutnya oleh Pemerintah Kabupaten Karimun yang sudah menjadi kabupaten otonom sejak 1999, saya dimutasi ke Pulau Karimun. Tepatnya, saya ditugaskan sebagai Kepala Sekolah di SMA Negeri 2 Karimun. Terhitung sejak 2002 itu saya dimutasi secara resmi dari Moro ke Karimun. Saya memulai tugas baru di sekolah baru. 

Sebagai Kepala Sekolah baru, saya harus mampu menyesuaikan diri dengan teman-teman baru yang sudah duluan ada di SMA Negeri 2 Karimun. Para guru yang sebelumnya dipimpin oleh Drs. Yatim Mustafa, selanjutnya akan menjadi mitra kerja saya. Saya harus belajar lagi menyesuaikan diri dengan sekolah baru ini.

Sesungguhnya pengalaman di Moro sebagai sekolah pertama yang saya pimpin, dapat saya katakan bahwa memimpin sekolah ternyata tidak berbeda dengan memimpin diri sendiri. Benar kata orang tua-tua kita bahwa sebenarnya yang tersulit itu adalah memimpin diri kita sendiri. Jadi, segala kesulitan dan tantangan dalam 8 tahun memimpin SMA Negeri 1 Moro, saya anggaplah itu sebagai memimpin diri saya sendiri. Jika saya jujur kepada diri saya maka saya juga harus jujur dalam memimpin sekolah.

Kini dengan segera akan mendapat tugas baru di sekolah baru, SMA Negeri 2 Karimun maka perinsip yang ahrus saya pergunakan tetaplah perinsip yang sama. Saya akan sukses memimpin sekolah baru ini nanti jika saya terus berusaha untuk memimpin diri saya sendiri dengan baik juga.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Ramadan, Puasakah Aku?

Sudah kutahan tidak makan seharian Sudah kutahan pula tidak minum seharian Lama, sangat lama Sedari imsak hingga ke tennggelam surya ...