Kamis, 11 Agustus 2016

Belajar kepada Anak


SEBAGAI guru atau kalau menyebut guru, kebanyakan kita menyebutnya adalah mengajar. Siapapun yang berpikir tentang guru, ya dia adalah pengajar atau pemdidik. Jika pendidik,  berarti seorang guru wajib bisa mengayomi, membimbing atau apalah namanya kepada peserta didik. Pokoknya wajib bisa menjadi orang yang diteladani. Itulah beratnya menjadi guru, kalau ingin disebut berat.

Tapi sebenarnya itu belumlah termasuk kategori berat. Wajib menjadi teladan bagi orang, apalagi bagi murid-muridnya sendiri, itu sudah otomatis. Tidak bisa dielakkan. Justeru yang lebih berat adalah bagaimana guru itu juga harus berposisi sebagai murid pula. Artinya guru itu juga harus belajar lagi dan belajar lagi. Tidak ada kata 'tamat' dalam belajar.

Coba diingat kembali pesan-pesan guru. Dengan mengutip ajaran agama, misalnya guru-guru kita memesankan kepada kita bahwa kewajiban belajar atau menuntut ilmu itu adalah kewajiban sepanjang hayat. Sedari kecil (minalmahdi) hingga sampailah kita besar, tua bahkan dekat menjalang mati/ berpulang ke rahmatullah (ilallahdi) kita terus-menerus disuruh (wajib) menuntut ilmu.

Jika begitu konsepnya, berarti kita memang terus harus belajar. Tidak boleh lagi ada pandangan bahwa bagi kita (guru) masa belajar itu hanya waktu sekolah atau waktu kuliah saja. Dan setelah diangkat atau dipercayakan menjadi guru (pendidik) lalu tidak lagi belajar, inilah pandangan yang salah.

Di sekolah, tempat belajar guru yang paling baik tentu saja kepada anak-didiknya selain kepada sesama guru atau kepada buku-buku. Anak-didik (siswa) adalah guru yang paling baik sebenarnya bagi gurunya untuk berguru atau belajar. Setiap guru dengan begitu banyak siswanya, dapat dipastikan akan merasakan begitu banyak juga pengalaman. Dengan berbagai karakter siswa, dengan berbagai tingkat kemampuan dan kecerdasan siswanya, para guru akan berkesempatan menambah pengetahuannya dalam melaksanakan fungsi-fungsi keguruannya.

Anak nakal, anak baik tingkah-laku, anak pendiam dan rewel serta bebagai perangai anak yang ditemukan di kelas (di sekolah) pastilah akan menjadi pengalaman berharga bagi guru. Dan pengalaman itu akan mendatangkan pengetahuan baru ketika guru menjadikan pengalaman itu untuk bergerak menentukan strategi dalam menjalankan tugas.

Jadi, belajar kepada anak itu sesungguhnya adalah cara terbaik bagi guru untuk terus-menerus mengembangkan ilmu pengetahuan serta pengalamannya. Ayo, mari kita belajar kepada anak-anak kita. Bahkan kepada anak-anak di rumah pun kita bisa belajar.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Ramadan, Puasakah Aku?

Sudah kutahan tidak makan seharian Sudah kutahan pula tidak minum seharian Lama, sangat lama Sedari imsak hingga ke tennggelam surya ...