Kamis, 07 Februari 2013

Kesan Indah di Wisma UNJ

SEMALAM di Wisma UNJ. Saya tidak menyebut "Semalam di Jakarta", meminjam judul lagu "Semalam di Malaysia" yang pernah dipopulerkan Dloid itu. Saya memang tidak sempat berjalan-jalan di ibu kota negara, Jakarta. Selesai urusan di Kemdikbud menjelang sore, saya langsung mencari tempat menginap. Sebenarnya ingin segera kembali ke Karimun. Jam sebegitu jelas tidak mungkin kembali ke Karimun atau Batam. Pesawat sudah tidak ada.

Ketika saya berpikir akan mencari hotel, teman dunia maya saya, Om Jay menawarkan dan mengajak menginap di Wisma UNJ saja. "Biar kita bisa kopdaran lagi, Pak Nur," katanya meyakinkan saya. Saya langsung setuju. Sudah sering Om Jay menyebut penginapan yang dimiliki dan dikelola universitas negeri yang dulu bernama IKIP Jakarta itu. Beberapa kali melalui komunikasi di facebook atau telpon dia mengajak sekali waktu menginap di situ. Tapi belum bisa kesampaian. Inilah waktunya, kata saya dalam hati.

Om Jay yang nernama lengkap Wijaya Kusumah itu memang bagian dari UNJ sendiri. Dia, disamping guru tetap di Labschool, sekolah milik UNJ juga menjadi tenaga pengajar di perguruan tinggi itu. Om Jay sendiri juga almamater S1 dan S2 UNJ. Saat ini pun sedang mengikuti S3 di UNJ. Wajar dia merupakan bagian dari UNJ. Dan wajar juga dia ingin mempromosikan wisma kampusnya itu.
 
Sekitar pukul 18.30 (Selasa, 05 Februari 2013) itu saya sampai di kampus UNJ dengan diantar oleh Antoni, siswa saya 20-an tahun silam di SMA Negeri Tanjungbatu, Kundur. Seharian itu Toni memang menemani saya di Kemdikbud. Dia juga yang menjemput saya ke Bandara Sukarno Hatta sekitar pukul 09.30 paginya.

Di gerbang Labschool Om Jay sudah berdiri menyambut kami. Melalui telpon saya memang terus berkomunikasi dengan Om Jay selama dalam perjalanan ke arah UNJ. Antoni langsung membawa mobil avanza itu masuk pekarangan. Selepas bersalaman saya dan Om Jay langsung masuk. Antoni dan temannya, Erson pulang dan meninggalkan kami. Om Jay mengajak saya ke ruang labor komputer yang memang menjadi tanggung jawabnya sebagai guru yang mengampu mata pelajaran TIK di SMP Labschool. Saya sempat memposting satu artikel di salah satu komputer.

Ketika masuk waktu magrib kami solat ke masjid sekolah itu. Ternyata musolla itu cukup besar dan bersih. Kata Om Jay, di musolla itu juga dilaksanakan jumatan disamping.untuk solat lima waktu. Jamaahnya sangat ramai pada jumatan itu karena diisi juga oleh para mahasiswa UNJ.

Sehabis magrib kami kembali ke labor komputer. Browsing sebentar lalu kami pergi makan malam di warung seberang jalan. Dengan menggunakan jambatan penyeberangan kami hanya perlu beberapa menit untuk ke warung yang kata Om Jay tempt dia ngekost saat kuliah dulu. Selepas makan kami kembali lagi ke lab itu sebentar baru masuk kamar wisma yang sebelumnya sudah dipesan Om Jay.

Di kamar itu saya mandi karena memang belum mandi sore. Lalu solat isya berjamaah berdua plus salah seorang tamu yang juga menginap di wisma itu. Malam itu kami tidak tahu siapa bapak yang ikut berjamaah itu. Kelihatannya dia seorang guru juga. Mungkin calon mahasiswa S3, kata kami berpikir. Besoknya ketika kami bertiga kembali berjamaah di musolla itu kami baru saling berkenalan. Ternyata bapak yang pagi itu menjadi imam solat subuh kami adalah seorang dosen di Universitas Negeri Makasar. Yang membuat saya kagum sekaligus terkesan mendalam adalah karena bapak itu ternyata sudah bergelar profesor. Dia datang ke Jakarta untuk ikut menguji kandidat doktor di UNJ, paginya. Katanya dia sudah menjadi guru besar di Universitas Negeri Makasar sejak tahun 2006. Wow, Sungguh luar biasa, kata saya dalam hati.

Luar biasa? Ya, seorang guru besar, sangat sederhana, bahkan menginapnya hanya di wisma. Di satu sisi dia menunjukkan bagaimana hidup dengan pola sederhana dan di sisi lain dia juga lebih mengutamakan memajukan wisma kampus dari pada membuang buang uang untuk hotel. Saya sungguh kagum kepada bapak itu. (bersambung)

BANYAK cerita banyak juga kisah yang disampaikan oleh Prof. Syamsudin, pagi sehabis berjamaah subuh --Rabu, 06/02/13--  itu. Ya Prof. Syamsudin, begitu nama lelaki yang saya kagumi itu kalau saya tak salah dengar dia memperkenalkan kepada kami sehabis solat subuh. Bahasanya memang kental gaya Makasarnya. Kalau tidak teliti memperhatikan ucapannya, saya tidak mudah memahaminya. Tapi bacaan ayat alqurannya ternyata fasih. Saya merasa nyaman dan enak mendengar bacaan ayat-ayat sucinya ketika menjadi imam subuh.

Dalam obrolan singkat sehabis solat, Pak Prof itu juga menyatakan rasa gundahnya ketika Om Jay mencoba bertanya bagaimana pandangannya tentang banyaknya jebolan S2 bahkan S3 yang diperoleh dengan begitu mudah. Seorang pejabat, entah bupati entah gubernur tiba-tiba menyandang gelar master atau doktor. "Inilah kesalahan sebagian guru besar kita di Indonesia," katanya. Terlalu mudah mengumabr gelar master atau doktor. Hanya dengan kuliah alakadarnya, seorang pejabat tiba-tiba bergelar master. Kita tahu, kalaupun ada karya tulisnya, kebanyakan dikerjakan oleh stafnya saja. Bukan si pejabat itu yang mengadakan penelitian dan penulisan. Begitu Pak Prof itu menduga-duga.

Saya sebenarnya tidak terlalu hirau dengan fenomena yang muncul dalam diskusi Om Jay dengan Prof itu. Tapi diskusi hangat itu ikut juga memancing perasaan saya. Akhirnya saya pun ikut terlibat membicarakan kegundahan bapak yang kelihatannya masih sangat sehat itu. Saya kembali mengingat cerita-cerita pejabat (beberapa Kepala Dinas atau pejabat struktural di beberapa daerah) yang memanfaatkan jabatannya untuk dengan mudah mengambil S2 atau S3 itu. Kebanyakan mereka memang menggunakan biaya dari daerah. Bukan biaya dari sakunya. Entah itu dalam bentuk subsidi, beasiswa atau entah apa lagi namanya. Yang saya dengar, mereka memang pada umumnya tidak memakai biaya sendiri.

Bahkan dalam bincang-bincang itu juga disebut adanya para guru dalam menyetarakan kualifikasi pendidikannya dari jenjang SLTA atau D2-3 ke S1 dengan cara yang begitu mudah. Atas inisiatif Pemerintah Daerah yang menginginkan percepatan penyeteraan itu diadakanlah kerja sama dengan perguruan tinggi atau mengikuti jalur UT (Universitas Terbuka) untuk setiap guru. Yang menyedihkan tentu saja karena ternyata ada pelaksanaan penyeteraan yang ala kadarnya saja. Perkuliahan Sabtu-Minggu yang dijadwalkan sering tidak berjalan dengan baik lalu tiba-tiba ikut ujian dan begitu mudah selesainya. Ah, macam-macam topik terbicarakan juga subuh itu.

Menjelang agak pagi, Pak Prof minta diri. Katanya dia ingin baca-baca tesis yang sebentar lagi akan dipertahankan oleh kandidat doktor yang akan dia uji itu. Saya dan Om Jay pun ikut keluar dari musolla yang hanya berupa kamar kosong itu. Kata Om Jay, kita jalan-jalan pagi saja sambil olahraga. Saya setuju. Saya ingin melihat-melihat kampus itu. Pagi itulah adanya waktu. Sesuai rencana, sekitar pukul 08.00 atau pukul 09.00 saya akan ke Bandara Sukarno Hatta untuk berangkat kembali ke Karimun.

Kami berjalan mengelilingi kampus UNJ berdua sambil terus ngobrol. Suasana pagi memang agak sepi di jalan dalam kampus itu. Jalan besar di luar kampus memang tetap ramai dalam 24 jam. Sambil ngobrol Om Jay menjelaskan setiap gedung dan bangunan yang kami lalui sambil berjalan kaki. Melewati Fakultas Seni kami terus menyusuri jalan arah ke kantin UNJ. Om Jay menawarkan sarapan dulu sebelum terus berjalan. Tapi saya minta berjalan saja dulu, nanti baru sarapan.

Ketika melewati Fakultas Teknik, sebelah kanan arah kantin, Om Jay menjelaskan kalau fakultas itu adalah fakultas tempat dia menimba ilmu dulunya. "Inilah fakultas saya," katanya. Kebanyakan mahasiswanya setelah tamat menjadi guru di SMK. Dari sini banyak dicetak para guru SMK di seluruh Tanah Air. Om Jay juga bercerita pengalamannya menjadi mahasiswa yang cukup aktif dalam berbagai kegiatan. Itulah sebabnya dia mudah dikenal para dosennya. Dan karena itu juga katanya dia diminta menjadi guru di Labschool, sekolah binaan UNJ.

Kami terus berjalan. Memutar ke kiri, kami mengelilingi kampus yang ternyata tidak terlalu luas itu. Di depan sana, ada dua bangunan tinggi yang sedang dibangun. Sepertinya ada 20 lantai bangunan itu. Yang menarik saya, menurut Om Jay bangunan itu saat ini tengah disorot KPK. Katanya, Anggelina Sondakh juga ikut terbawa-bawa dalam proyek mahal itu. "Sepenuhnya dibangun dari dana Kemdiknas," jelas Om Jay. Saya tidak mau memperpanjang berita keterlibatan mantan Putri Indonesia itu. Saya tahu, saat ini hukuman Angie sudah dijatuhkan oleh hakim Tipikor. Itu biarlah urusan aparat hukum. Kami terkadang berfoto di tempat-tempat strategis.

Hanya satu kali saja kami mengelilingi kampus UNJ. Sesampainya di kantin itu kembali, Om Jay mengajak saya untuk sarapan pagi. Kali ini saya setuju. Kami duduk di bagian tengah kursi/ meja yang sudah tersedia. Kantin itu menurut saya cukup besar. Sisi kiri dan kanan tersusun gerai-gerai yang sebagian besar pagi itu tampak masih kosong. Mungkin karena masih pagi, jadi memang belum semua bagian dibuka. Boleh jadi penjualnya belum datang, kata saya dalam hati. Berjalan pagi, ditutup dengan sarapan pagi. Sungguh kesan yang menyenangkan satu hari satu malam di Jakarta.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Ramadan, Puasakah Aku?

Sudah kutahan tidak makan seharian Sudah kutahan pula tidak minum seharian Lama, sangat lama Sedari imsak hingga ke tennggelam surya ...